RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL


Bab I : KETENTUAN UMUM
Bab II : DASAR, FUNGSI, DAN TUJUAN
Bab III : PRINSIP PENDIDIKAN
Bab IV : HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH
Bab V : PESERTA DIDIK
Bab VI : JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN
Bab VII : BAHASA PENGANTAR
Bab VIII : WAJIB BELAJAR
Bab IX : STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Bab X : KURIKULUM
Bab XI : TENAGA KEPENDIDIKAN
Bab XII : SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN
Bab XIII : PENDANAAN PENDIDIKAN
Bab XIV : PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bab XV : PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
Bab XVI : EVALUASI, AKREDITASI DAN SERTIFIKASI
Bab XVII : PENGAWASAN
Bab XVIII : KETENTUAN LAIN-LAIN
Bab XIX : SANKSI
Bab XX : KETENTUAN PERALIHAN
Bab XXI : KETENTUAN PENUTUP
Penjelasan









RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL






KOMISI VI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

31 DESEMBER 2001





DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA






RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ….. TAHUN …..






TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar 1945 memberikan amanat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional;

b. bahwa sistem pendidikan nasional selalu menghadapi tantangan sesuai tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan secara terarah dan berkesinambungan agar dapat ditingkatkan kinerjanya dalam pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi manajemen pendidikan;

c. bahwa bangsa Indonesia perlu mewujudkan visi pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu menjawab tantangan zaman yang selalu berubah;

d. bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak sesuai dengan prinsip penyelenggaraan Otonomi Daerah dan perkembangan keadaan sehingga perlu diganti;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan a, b, c, dan d, maka perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Mengingat : 1. Pasal 20 Ayat (1), Pasal 21, Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan MPR-RI Nomor IV/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara;
3. Ketatapan MPR-RI Nomor VIII/2000 tentang Laporan Tahunan Lembaga-lembaga Tinggi Negara;
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemeritahan Daerah; (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004. Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 206)
6. TAP MPR tentang amandemen ke 2






Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, sikap sosial, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan berakar pada keanekaragaman budaya dan masyarakat Indonesia, serta responsif terhadap tuntutan perubahan zaman.

3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu yang meliputi antara lain satuan pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan, pengelola pendidikan, kurikulum, sarana dan prasarana, aturan, dan kebijakan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

4. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

5. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

6. Jenis pendidikan adalah kelompok pendidikan yang didasarkan pada kekhasan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.

7. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan baik yang menyelenggarakan pendidikan jalur sekolah maupun pendidikan luar sekolah.

8. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

9. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang memiliki pendidikan dan/atau kemampuan yang relevan sebagai pelaksana dan/atau penyelenggara pendidikan.

10. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya.

11. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang diselenggarakan tanpa tatap muka dengan menggunakan berbagai media pembelajaran jarak jauh termasuk pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

12. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang hasil dan komponen sistem yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia pada jalur, jenjang, atau jenis pendidikan tertentu.

13. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan berdasarkan standar pendidikan tentang kemampuan dan sikap, materi dan pengalaman belajar, dan penilaian yang berbasis pada potensi dan kondisi peserta didik.

14. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar di suatu lingkungan belajar tertentu.

15. Evaluasi pendidikan adalah suatu kegiatan dalam rangka kendali dan jaminan mutu pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.

16. Akreditasi adalah suatu kegiatan penilaian kelayakan program dan satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh lembaga yang berwenang dan yang mewakili pihak-pihak yang berkepentingan.

17. Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana.

18. Dewan Pendidikan adalah lembaga yang berfungsi untuk memberikan pertimbangan, memberdayakan, dan menjamin kualitas pendidikan di tingkat daerah, wilayah, dan pusat.

19. Komite Sekolah adalah lembaga yang berfungsi untuk memberikan pertimbangan dalam pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi program sekolah dan pengadaan, pengelolaan, dan pengendalian sumber daya pendukungnya di suatu wilayah atau satuan pendidikan tertentu.

20. Warga negara adalah warga negara Indonesia, baik yang tinggal di wilayah Republik Indonesia maupun di luar wilayah Republik Indonesia.

21. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.

22. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah di tingkat Propinsi atau Kabupaten/Kota.

23. Menteri adalah Menteri Pendidikan Nasional.

BAB II
DASAR, FUNGSI, DAN TUJUAN

Pasal 2

Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 3

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.




Pasal 4

Pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, estetis, dan demokratis, serta memiliki rasa kemasyarakatan dan kebangsaan.


BAB III
PRINSIP PENDIDIKAN

Pasal 5

(1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif, berlandaskan hak-hak asasi manusia dan nilai-nilai keagamaan, kultural, dan pluralitas bangsa.

(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna berdasarkan legalitas.

(4) Pendidikan diselenggarakan berdasarkan prinsip ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, baik dalam proses belajar mengajar maupun dalam pengelolaannya.

(5) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH

Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara

Pasal 6

(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, sosial, emosional, dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan khusus secara inklusif.

(3) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh layanan pendidikan khusus secara inklusif.

(4) Pelaksanaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 7

Setiap warga negara wajib mendukung keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Masyarakat

Pasal 8

Masyarakat berhak untuk berperanserta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan pada jalur sekolah dan/atau luar sekolah.

Pasal 9

Masyarakat wajib memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Pemerintah

Pasal 10

Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengatur, mengawasi, dan menilai pelaksanaan pendidikan, dengan tetap mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 11

Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.



BAB V
PESERTA DIDIK

Pasal 12

(1) Setiap peserta didik pada satuan pendidikan merupakan subjek dalam proses pendidikan yang berhak:

1. mendapat pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
2. mendapat perlakuan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
3. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang sejajar;
4. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing.

(2) Setiap peserta didik berkewajiban untuk:

1. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
2. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku;

(3) Warga negara asing dapat menjadi peserta didik.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VI
JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 13

(1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan sekolah dan luar sekolah yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

(2) Pendidikan di dalam keluarga melandasi pendidikan sekolah dan luar sekolah.

(3) Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau jarak jauh.

Pasal 14

Jenjang pendidikan terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Pasal 15

Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, luar biasa, keagamaan, akademik, vokasional, dan profesi.

Pasal 16

(1) Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat berbentuk lembaga pendidikan pemerintah atau swasta yang pendiriannya memenuhi.persyaratan yang ditetapkan.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Pendidikan Prasekolah

Pasal 17

(1) Pendidikan prasekolah dapat diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.

(2) Pendidikan prasekolah bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.

(3) Pendidikan prasekolah berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau yang sederajat.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.







Bagian Ketiga
Pendidikan Dasar

Pasal 18

(1) Pendidikan dasar bertujuan untuk mengembangkan kepribadian, sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

(2) Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), atau yang sederajat yang terdiri atas enam tingkat.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Pendidikan Menengah

Pasal 19

Pendidikan menengah merupakan pendidikan lanjutan dari pendidikan dasar dan terdiri atas pendidikan menengah tingkat pertama dan pendidikan menengah tingkat atas.

Pasal 20

(1) Pendidikan menengah tingkat pertama bertujuan untuk mengembangkan kepribadian, sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup mandiri atau mengikuti pendidikan lebih lanjut.

(2) Pendidikan menengah tingkat pertama berbentuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau yang sederajat.

(3) Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) terdiri atas tiga tingkat.

Pasal 21

(1) Pendidikan menengah tingkat atas bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan sikap, pemahaman ilmu dan pengetahuan serta teknologi, apresiasi seni, dan keterampilan hidup untuk mampu hidup mandiri atau mengikuti pendidikan lebih lanjut.

(2) Pendidikan menengah tingkat atas terdiri dari pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.

(3) Pendidikan menengah umum berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA).

(4) Pendidikan menengah kejuruan berbentuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

(5) Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) terdiri atas tiga tingkat.

(6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima
Pendidikan Tinggi

Pasal 22

(1) Pendidikan tinggi bertujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

(2) Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah jenjang pendidikan menengah yang diselenggarakan melalui jalur sekolah oleh lembaga yang disebut perguruan tinggi.

(3) Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.

(4) Perguruan tinggi wajib menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

(5) Penyelenggaraan pendidikan tinggi dilaksanakan dengan sistem terbuka.

(6) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, vokasional, dan profesi. (7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sampai dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23

(1) Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak menyelenggarakan program pendidikan tertentu dapat mengeluarkan gelar akademik, vokasional, dan profesi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakannya itu.

(2) Universitas, institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program strata tiga berhak untuk memberikan gelar doktor kehormatan (Doctor Honoris Causa) yang sesuai kepada setiap individu yang layak memperoleh penghargaan yang tinggi berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, kebudayaan, atau seni.

(3) Penyelenggara atau lembaga pendidikan yang bukan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dan perorangan atau kelompok orang, tidak berhak dan dilarang memberikan gelar akademik, vokasional, dan profesi.

(4) Gelar akademik, vokasional, dan profesi hanya digunakan oleh lulusan perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memiliki gelar yang bersangkutan.

(5) Penggunaan gelar lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan.

(6) Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(7) Jabatan fungsional guru besar atau profesor hanya berlaku selama penyandang gelar itu berada dalam jabatan fungsional di perguruan tinggi.

(8) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (7) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 24

(1) Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan perguruan tinggi memiliki otonomi keilmuan.

(2) Sivitas akademika (dosen dan mahasiswa) memiliki kebebasan akademik dan guru besar memiliki kebebasan mimbar akademik.

(3) Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.

(4) Perguruan tinggi dapat berbentuk badan hukum milik negara atau badan hukum milik swasta apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan.

(5) Perguruan tinggi dapat menggali dana dari masyarakat dan pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik.

(6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam
Pendidikan Luar Sekolah

Pasal 25

(1) Pendidikan luar sekolah memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat di luar pendidikan jalur sekolah.

(2) Pendidikan luar sekolah meliputi pendidikan anak usia dini, pendidikan kesetaraan, pendidikan buta aksara, pendidikan perempuan, pendidikan kepemudaan, pendidikan orang dewasa, pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat, dan pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan akademik dan kejuruan peserta didik sesuai dengan kebutuhan.

(3) Satuan pendidikan luar sekolah terdiri atas kelompok belajar, kursus, taman penitipan anak, kelompok bermain, dan satuan pendidikan yang sejenis.

(4) Hasil pendidikan jalur luar sekolah dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan jalur sekolah setelah melalui proses penilaian.

(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketujuh
Pendidikan Keagamaan

Pasal 26

(1) Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang diselenggarakan oleh kelompok umat dari agama yang diakui oleh Pemerintah.

(2) Pendidikan keagamaan bertujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang dapat menerapkan dan mengembangkan nilai-nilai keagamaan.

(3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur sekolah dan jalur luar sekolah.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedelapan
Pendidikan Jarak Jauh

Pasal 27

(1) Pendidikan jarak jauh bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.

(2) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai standar nasional.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VII
BAHASA PENGANTAR

Pasal 28

Bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia.

Pasal 29

(1) Bahasa ibu atau daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal sekolah, sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.

(2) Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung pemerolehan kemampuan dan keterampilan berbahasa asing peserta didik.

(3) Bahasa asing harus digunakan sebagai bahasa pengantar dalam program studi bahasa asing di perguruan tinggi untuk mendukung pemerolehan kemampuan dan keterampilan berbahasa asing peserta didik yang bersangkutan.



BAB VIII
WAJIB BELAJAR

Pasal 30

(1) Pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal sampai tamat pendidikan menengah tingkat pertama.

(2) Wajib belajar dilaksanakan secara nasional tanpa memungut biaya bagi peserta didik yang tidak mampu secara ekonomi.

(3) Pelaksanaan wajib belajar mengikutsertakan semua lembaga pendidikan baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun oleh swasta.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB IX
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Pasal 31

(1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan.

(2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan bagi pengembangan kurikulum, pengembangan tenaga kependidikan, penyediaan sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB X
KURIKULUM

Pasal 32

(1) Pengembangan kurikulum dilakukan berdasarkan standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

(2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan secara berdiversifikasi sesuai dengan ciri khas satuan pendidikan pada masing-masing jenjang pendidikan dengan memperhatikan potensi dan minat peserta didik, keanekaragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, kebutuhan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta tuntutan budaya setempat.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 33

(1) Kurikulum mencakup aspek moral keagamaan dan etika, pembentukan karakter, kecerdasan, seni, keterampilan belajar, keterampilan hidup yang bermartabat, pola hidup sehat, kebugaran jasmani, estetika, dan rasa kebangsaan.

(2) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, kewarganegaraan, sejarah, bahasa Indonesia, matematika, sain dan teknologi, ilmu pengetahuan sosial, serta seni dan olah raga. (3) Kerangka dasar kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah.

(4) Kurikulum sekolah dikembangkan berdasarkan kerangka dasar kurikulum oleh setiap atau kelompok satuan pendidikan dan Komite Sekolah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan propinsi untuk pendidikan menengah.

(5) Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.

BAB XI
TENAGA KEPENDIDIKAN

Pasal 34

(1) Tenaga kependidikan mencakup anggota masyarakat yang bertugas melaksanakan bimbingan, pembelajaran, pelatihan, penelitian, perencanaan, pengembangan, pengawasan, penilaian, pengelolaan, dan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.

(2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang fungsional dengan tugas utama merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi serta mengembangkan proses pendidikan dalam pembelajaran.

(3) Pendidik untuk pendidikan prasekolah, dasar, dan menengah dihasilkan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pendidikan tenaga kependidikan yang berakreditasi.

(4) Kualifikasi minimum untuk guru pada tingkat pendidikan dasar dan menengah adalah lulusan pendidikan S1-Kependidikan atau lulusan pendidikan S1-Non-Kependidikan plus Akta IV.

(5) Kualifikasi minimum untuk guru pada pendidikan kejuruan di tingkat menengah adalah satu tingkat lebih tinggi dari kompetensi tamatan yang dihasilkannya plus Akta IV.

(6) Kualifikasi minimum untuk dosen program diploma 1 sampai dengan 3 adalah lulusan pendidikan S1 atau yang setara.

(7) Kualifikasi minimum untuk dosen program diploma 4 dan S1 adalah lulusan pendidikan S2, dalam disiplin ilmu yang diajarkannya.

(8) Kualifikasi minimum untuk dosen program pascasarjana adalah lulusan pendidikan S3 atau guru besar.

Pasal 35

(1) Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk:

1. menjaga nama baik profesi sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya;
2. melaksanakan tugas kependidikan yang menjadi tanggung jawabnya;
3. meningkatkan kemampuan pribadi, sosial, dan profesional.

(2) Setiap tenaga kependidikan mempunyai hak untuk memperoleh:
1. penghasilan yang layak dan jaminan kesejahteraan sosial;
2. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerjanya;
3. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
4. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya;
5. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugasnya.

Pasal 36

(1) Tenaga kependidikan merupakan aset nasional yang dapat bekerja secara lintas daerah otonomi.

(2) Pengangkatan, penempatan, dan penyebaran tenaga kependidikan diatur oleh Pemerintah.

(3) Pemerintah wajib menfasilitasi daerah dengan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.

Pasal 37

(1) Promosi dan penghargaan bagi tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan.

(2) Sertifikasi guru dan tenaga kependidikan lainnya diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 38

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

(2) Penyelenggara pendidikan swasta berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya.

(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga swasta.


BAB XII
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN

Pasal 39

(1) Setiap satuan pendidikan wajib menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi standar nasional pendidikan untuk menunjang proses pendidikan, termasuk tempat berolah raga, tempat bermain, berkreasi, dan berekreasi bagi peserta didik dan penyelenggara pendidikan.

(2) Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dilakukan oleh satuan pendidikan dengan bantuan Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan keluarga peserta didik.

(3) Sumber dan media pembelajaran, termasuk teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan (3) diatur oleh Keputusan Menteri.


BAB XIII
PENDANAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab Pendanaan

Pasal 40

(1) Pendanaan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.

(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat berkewajiban untuk pengerahan potensi-potensi sumberdaya pendidikan yang ada dalam masyarakat untuk mencapai standar nasional sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Bagian Kedua
Sumber Pendanaan Pendidikan

Pasal 41

(1) Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Pengelolaan Dana Pendidikan

Pasal 42

(1) Dana pendidikan dikelola berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, dan transparansi.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Keempat
Pengalokasian Dana Pemerintah

Pasal 43

(1) Pemerintah mengalokasikan minimum 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan nasional di luar gaji guru.

(2) Pemerintah Propinsi mengalokasikan minimum 20% dari APBD untuk peningkatan mutu pendidikan baik jalur sekolah maupun luar sekolah di luar gaji guru.

(3) Pemerintah Kabupaten/Kota mengalokasikan minimum 20% dari APBD untuk peningkatan mutu pendidikan baik jalur sekolah maupun luar sekolah di luar gaji guru.

(4) Pengalokasian dana bagi sektor pendidikan dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Departemen Pendidikan Nasional memberikan pedoman dalam pengalokasian dana bagi sektor pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (3) agar memenuhi standar nasional pendidikan yang merupakan persyaratan minimum yang harus dimiliki oleh satuan pendidikan.

BAB XIV
PENGELOLAAN PENDIDIKAN

Pasal 44

(1) Pemerintah menentukan kebijakan nasional, standar nasional, kerangka dasar kurikulum untuk pendidikan dasar dan menengah, dan sistem penilaian untuk menjamin mutu pendidikan nasional.

(2) Pemerintah Daerah menentukan kebijakan daerah, mekanisme perencanaan, pengendalian, dan pengawasan pelaksanaan pengelolaan pendidikan prasekolah, dasar, dan menengah di daerah.

(3) Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola satuan pendidikan di lembaganya.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 45

(1) Pengelolaan satuan pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.

(2) Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan luar sekolah dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga swasta.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.



Pasal 46

(1) Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah tingkat pertama dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

(2) Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah tingkat atas dilakukan oleh Pemerintah Propinsi.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) disesuaikan dengan kemampuan Pemerintah Daerah masing-masing.

Pasal 47

(1) Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas publik, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.

(2) Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan pada masing-masing perguruan tinggi sebagai badan hukum milik negara atau badan hukum milik masyarakat dilaksanakan berdasarkan prinsip nirlaba.

Pasal 48

Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan luar sekolah dilakukan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.




BAB XV
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 49

(1) Peranserta masyarakat dalam pendidikan meliputi partisipasi perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, perusahaan swasta, dan organisasi kemasyarakatan lainnya dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.

(2) Masyarakat dapat berperanserta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Pendidikan Berbasis Masyarakat

Pasal 50

(1) Lembaga non-pemerintah sebagai mitra pemerintah berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada jalur sekolah dan luar sekolah sesuai kekhasan norma-norma sosial, budaya, agama, dan keinginan masyarakat yang berprinsip nirlaba dengan memperhatikan ketentuan dalam sistem pendidikan nasional.

(2) Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat dapat mengatur kurikulum, kegiatan pembelajaran, manajemen, dan pendanaan sendiri.

(3) Biaya penyelenggaraan pendidikan oleh masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

(4) Masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan berhak mendapat bantuan teknis dan subsidi sumber daya dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Ketiga
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

Pasal 51

(1) Masyarakat ikut berperan serta secara optimal dalam pengendalian mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

(2) Dewan Pendidikan dibentuk dan berperanserta dalam pengendalian mutu pendidikan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan secara hirarkis.

(3) Komite Sekolah dibentuk dan berperanserta dalam perencanaan dan penyelenggaraan pendidikan maupun pengendalian mutu pendidikan di tingkat sekolah.

(4) Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB XVI
EVALUASI, AKREDITASI DAN SERTIFIKASI

Bagian Kesatu
Evaluasi

Pasal 52

(1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pemantauan dan pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada masyarakat.

(2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan.

Pasal 53

(1) Evaluasi peserta didik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik.

(2) Evaluasi peserta didik, lembaga, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga independen secara berkala, menyeluruh, transparan, sistematis, dan sistemik untuk menilai ketercapaian standar nasional.

Pasal 54

(1) Pemerintah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan secara nasional atau lokal.

(2) Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga evaluasi yang independen untuk melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Akreditasi

Pasal 55

(1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi.

(2) Akreditasi terhadap satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga independen sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik.

(3) Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Sertifikasi

Pasal 56

(1) Sertifikat dibedakan menjadi Surat Tanda Tamat Belajar, Ijazah, dan Lisensi.

(2) Penyelenggara satuan pendidikan memberikan Surat Tanda Tamat Belajar kepada peserta didik sebagai pengakuan menyelesaikan suatu jenjang pendidikan tertentu.

(3) Penyelenggara satuan pendidikan memberikan ijazah kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar

(4) Penyelenggara satuan pendidikan memberikan lisensi bekerja sama dengan asosiasi profesi.

(5) Penyelenggara satuan pendidikan dapat memberikan ijazah atau lisensi kepada warga masyarakat yang menunjukkan kemampuan, keahlian, dan keterampilan yang setara dengan jenjang pendidikan atau tingkat kemahiran tertentu.

(6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),(2),(3), (4), dan (5) diatur oleh Peraturan Pemerintah.

BAB XVII
PENGAWASAN

Pasal 57

(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara transparan dengan prinsip akuntabilitas publik.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XVIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 58

(1) Satuan pendidikan bagi peserta didik warga negara Indonesia yang berada di luar negeri diselenggarakan oleh Perwakilan Republik Indonesia di negara yang bersangkutan dengan menggunakan ketentuan yang sama dengan satuan pendidikan sejenis di wilayah Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.

(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia oleh perwakilan negara asing bagi peserta didik warga negara asing menggunakan ketentuan yang berlaku di negara masing-masing.

(3) Kegiatan pendidikan yang diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia oleh warga negara atau lembaga asing diwajibkan untuk mengikutsertakan pengelola dan pendidik Indonesia minimal sebanyak 50%.

(4) Peserta didik warga negara asing yang mengikuti pendidikan di satuan pendidikan dalam wilayah Republik Indonesia wajib menaati ketentuan yang berlaku dalam satuan pendidikan yang bersangkutan.

(5) Kegiatan pendidikan yang menggunakan sistem pendidikan negara lain yang diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),(2),(3), (4), dan (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIX
SANKSI

Pasal 59

(1) Penyelenggara pendidikan yang dengan sengaja melakukan pelanggaran dalam pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), diancam dengan pidana penjara selama-selamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda setinggi-tingginya Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(2) Penyelenggara pendidikan yang dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap Pasal 22 ayat (3), diancam dengan pidana penjara selama-selamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda setinggi-tingginya Rp1000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(3) Penyelenggara pendidikan, perorangan, atau kelompok orang yang dengan sengaja melakukan penyalahgunaan pemberian gelar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara selama-selamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda setinggi-tingginya Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(4) Penyelenggara pendidikan yang dengan sengaja melakukan pelanggaran dalam pemberian gelar jabatan fungsional guru besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (6), diancam dengan pidana penjara selama-selamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda setinggi-tingginya Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(5) Penyelenggara pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), diancam dengan pidana penjara selama-selamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda setinggi-tingginya Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(6) Penyelenggara pendidikan yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (5) dapat ditambah dengan sanksi administratif berupa penutupan penyelenggaraan pendidikan dan ganti rugi pada peserta didik dan/atau tenaga kependidikan.

Pasal 60

(1) Seseorang yang membantu mengeluarkan suatu gelar dari perguruan tinggi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dikenakan sanksi pidana berupa denda setinggi-tingginya Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Seseorang yang menggunakan gelar dan/atau jabatan fungsional guru besar melalui prosedur yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (6), diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda setinggi-tingginya Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Seseorang yang menggunakan gelar akademik, vokasional, dan profesi yang diperoleh dari perguruan tinggi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda setinggi-tingginya Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(4) Seseorang yang menggunakan gelar lulusan yang tidak sesuai dengan bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (5) diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda setinggi-tingginya Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(5) Gelar yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) jo pasal 24 ayat (4) dinyatakan tidak sah.


Pasal 61

Tenaga kependidikan yang tidak memiliki kualifikasi pendidikan minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4), (5), (6), (7) dan (8), diancam dengan sanksi administrasi dan/atau dicabut haknya sebagai tenaga kependidikan.





Pasal 62

Lulusan yang memegang ijazah atau gelar yang ternyata palsu, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan dicabut haknya sebagai pemegang ijazah atau gelar akademik.

Pasal 63

Lulusan yang skripsi/tesis/disertasinya diketahui ternyata sebagai hasil penjiplakan baik secara utuh maupun sebagian dari karya orang lain (plagiat), dicabut haknya sebagai pemegang gelar akademik.

BAB XX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64

Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6) tentang Sistem Pendidikan Nasional yang ada pada saat diundangkannya undang-undang ini masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang ini.

Pasal 65

Bagi guru dan dosen yang belum memiliki kualifikasi pendidikan minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4), (5), (6), (7), dan (8) jo Pasal 61 diberi waktu selama-lamanya 15 (lima belas) tahun untuk memenuhi kualifikasi tersebut.
BAB XXI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66

Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 tentang Pendidikan Asing dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 67

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Terima kasih sudah singgah di blog ID CREATIVE   «« jangan lupa tinggalkan komentarnya "thanks.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Powered by Blogger