Demikian disampaikan Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal, Selasa. Identitas WNI yang terluka ataupun tingkat keparahan cedera yang dialaminya itu belum diketahui, tetapi ia diketahui dirawat di London Hospital, Haifa, Israel. Akses informasi serta kekonsuleran masih terus ditutup otoritas Israel.
Sebanyak 11 WNI lainnya diyakini masih ditahan bersama sekitar 600 aktivis lainnya di penjara Ela di Beersheba, Israel. The Jerusalem Post ataupun Ynet news melaporkan, para tahanan itu belum akan dibawa ke pengadilan karena mereka dipenjarakan dengan perintah khusus Kementerian Dalam Negeri. Banyak dari aktivis itu menolak diinterogasi atau diminta menandatangani pernyataan tidak akan melakukan hal serupa.
Meski demikian, mereka dijanjikan akan diizinkan bertemu dengan para pengacara atau konsul dari negara asal mereka jika mereka menginginkannya.
Ynet
Ynet menambahkan, otoritas imigrasi Israel mengatakan, ada 679 orang di atas armada kapal kemanusiaan itu, sebagian besar adalah warga Turki dan Yunani.
Turki, Perancis, Inggris, dan banyak lagi negara lainnya menuntut Israel untuk segera membebaskan warganya yang masih ditahan Israel.
Dalam pertemuan daruratnya, Dewan Keamanan (DK) PBB mendesak dilakukannya penyelidikan independen atas serangan Israel terhadap armada kecil bantuan kemanusiaan untuk Gaza itu. Penyelidikan itu, ditegaskan DK PBB, harus ”tepat, netral, kredibel, dan transparan”.
Situs berita Inggris, BBC, menyebutkan, pernyataan DK PBB itu merupakan hasil maksimal dari kompromi antara Turki dan Amerika Serikat. Turki sejak awal menolak untuk menurunkan kritikan kerasnya terhadap Israel, sedangkan AS yang merupakan sekutu dekat Israel berupaya melunakkan kata-kata yang digunakan. Dari hasil kompromi tersebut, AS berhasil melunakkan tuntutan untuk diakhirinya blokade ekonomi terhadap Gaza.
DK PBB meminta Israel segera membebaskan keenam kapal bantuan kemanusiaan itu dan warga sipil yang ditahannya. DK PBB juga mendesak Israel untuk memberikan akses penuh kekonsuleran kepada negara-negara yang terlibat untuk mengambil mereka yang tewas dan terluka serta untuk memastikan pengiriman konvoi bantuan itu ke Gaza. DK PBB juga mengatakan, situasi di Gaza ”tidak boleh berlangsung terus-menerus”.
Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan ketika berpidato di depan parlemen menyampaikan kekecewaannya atas resolusi yang dikeluarkan DK PBB itu, yang dianggapnya lunak terhadap Israel.
Presiden Mesir Hosni Mubarak, kemarin, memerintahkan agar pintu Rafah yang menghubungkan Gaza dengan Mesir dibuka secepatnya. Pintu perlintasan tersebut akan dibuka dari kedua arah untuk memungkinkan pemindahan para pasien, mahasiswa, dan pemegang paspor asing.
Menurut sumber, pembukaan pintu Rafah itu akan dilakukan selama tiga hari. Pembukaan pintu perlintasan itu diyakini sebagai respons atas tewasnya tak kurang dari 10 aktivis di kapal Mavi Marmara.
Dari Siprus, para aktivis pro-Palestina, Selasa, mengatakan akan mengirimkan dua kapal lagi untuk menantang blokade Israel di Jalur Gaza. Greta Berlin dari Gerakan Pembebasan Gaza (Free Gaza Movement) yang mengorganisasikan pengiriman armada kapal kemanusiaan ke Gaza itu mengatakan bahwa kapal barang bantuan lainnya sudah berangkat dari pantai Italia dalam perjalanan menuju Gaza. Adapun kapal kedua yang membawa sekitar 40 penumpang akan bergabung segera.
”Inisiatif ini tidak akan berhenti sampai Israel menghentikan blokade Gaza dan satu cara untuk melakukannya adalah kami terus mengirimkan kapal-kapal,” papar Berlin dari markas Gerakan itu di Siprus.
Dari 679 penumpang, Ynet
Enam aktivis asal Yunani telah kembali ke negaranya kemarin, begitu juga seorang aktivis perempuan Turki, Nilufer Cetin, yang berada di kapal bersama bayinya yang berusia setahun.
Para aktivis itu membantah bahwa mereka menyerang terlebih dulu. Yang sebenarnya terjadi adalah Mavi Marmara justru ditembaki lebih dulu dengan gas air mata dan tembakan lainnya.
Cetin yang bersembunyi bersama bayinya di toilet di kabinnya ketika pasukan komando Israel menyerbu mengungkapkan, kapal tersebut berubah menjadi danau darah. Kapal-kapal Israel menguntit armada kapal kemanusiaan itu selama sekitar dua jam sambil melepaskan sejumlah tembakan peringatan.
”Ketika Mavi Marmara meneruskan perjalanannya, pasukan Israel kemudian menyerang. Mereka menggunakan bom-bom asap, diikuti tabung-tabung gas air mata,” paparnya.
Aris Papadokostopoulos, aktivis Yunani yang berada di kapal Free Mediterania, yang berlayar di belakang kapal Turki Mavi Marmara, menguraikan, kapal Turki itu diserang dari udara dan laut dan pasukan komando Israel tersebut melakukan rentetan penembakan.
*Kompas Cetak
Terima kasih sudah singgah di blog ID CREATIVE «« jangan lupa tinggalkan komentarnya "thanks.